Minggu, 17 Februari 2013



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemiskinan merupakan problema ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup masyarakat. Oleh karena itu, Islam yang merupakan agama yang peduli terhadap kemiskinan dan mendidik manusia agar yang kaya peduli terhadap kaum miskin.
Pada dasarnya, Islam mewajibkan semua orang yang berada (memiliki harta) yang cukup nizab dan haulnya wajib menyantuni orang –orang miskin, baik berupa zakat, infak maupun shadaqah sesuai dengan tuntunan Allah SWT. Dalam Al-Qur’an  surah Al-Attaubah  ayat 103:
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5
Terjemahannya:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan diri mereka.[1]

Melalui ayat di atas, maka penulis berkesimpulan bahwa orang yang memiliki harta yang cukup, berkewajiban mengeluarkan zakat untuk mensucikan diri dan harta mereka.  Oleh karena itu,  orang yang memiliki harta yang cukup nizab pada hartanya maka didalamnya terdapat hak orang-orang  miskin. Firman Allah dalam Al-Qur’an surah Adz-dzariyat ayat 19 yaitu:
þÎûur öNÎgÏ9ºuqøBr& A,ym È@ͬ!$¡¡=Ïj9 ÏQrãóspRùQ$#ur
Terjemahannya:
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian”[2]
           
            Ayat diatas  memberikan penggambaran akan adanya hak-hak orang miskin terhadap orang yang memiliki harta yang cukup sebagai bentuk kepedulian sosial sebagai usaha pengentasan kemiskinan.
kemiskinan merupakan problema ekonomi secara umum telah menduduki tempat yang luas dalam alam pikiran dan perasaan manusia, dan kemiskinan merupakan salah satu masalah yang berat dan kompleks yang dihadapi oleh manusia, yang tampaknya persoalan ini secara nyata memberikan problema sosial. Oleh karena kemiskinan dapat mengecam jiwa manusia dan menyangkut keselamatan manusia diakibatkan karena tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar bagi kehidupan yang layak dan kelangsungan hidup dari beratus jiwa orang, baik secara individu maupun masyarakat secara keseluruhan[3].
Kemiskinan pada dasarnya adalah tanggung jawab bersama, tidak hanya tanggung jawab sebagai orang beragama tapi juga merupakan tanggung jawab Negara. Oleh karena itu, dalam keputusan presiden tentang penanggulangan kemiskinan dalam undang-undang No. 124 BAB II pasal 4 tahun 2001 bahwa  Komite Penanggulangan kemiskinan melakukan langkah-langkah konkrit untuk mempercepat pengurangan jumlah penduduk miskin di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, melalui :
a.      Pemberdayaan dan pengembangan kemampuan manusia yang berkaitan dengan aspek pendidikan kesehatan, dan perbaikan kebutuhan dasar tertentu lainnya;
b.      Pemberdayaan dan pengembangan kemampuan manusia berkaitan dengan perbaikan aspek lingkungan, pemukiman, perumahan, dan prasarana pendukungnya;
c.      Pemberdayaan dan pengembangan kemampuan manusia yang berkaitan dengan aspek usaha, lapangan kerja, dan lain-lain yang dapat meningkatkan pendapatan.[4]
Pendidikan  Islam pada dasarnya adalah merupakan upaya pembinaan dan pengembangan potensi manusia agar tujuan kehadirannya di dunia ini sebagai hamba Allah dan sekaligus khalifah Allah tercapai sebaik mungkin. Potensi yang dimaksud meliputi potensi jasmaniah dan rohaniah seperti akal, perasaan, kehendak dan aspek rohaniah lainnya. Dalam wujudnya, pendidikan Islam dapat menjadi upaya umat secara bersama, atau upaya lembaga kemasyarakatan yang memberikan jasa pendidikan bahkan dapat pula menjadi usaha manusia itu sendiri untuk mendidik dirinya sendiri. Ruang lingkup pendidikan Islam meliputi keseluruhan ajaran Islam yang terpadu dalam keimanan (akidah) serta ibadah dan muamalah yang implikasinya mempengaruhi proses berfikir, merasa berbuat dan terbentuknya kepribadian yang pada gilirannya terwujud dalam akhlak al-karimah sebagai wujud manusia muslim.[5]
Melalui pendidikan Islam dan pembinaan umat, maka ajaran Islamlah yang paling tepat dalam memberikan Pendidikan kepada umatnya agar orang-orang yang memiliki kemampuan (harta yang cukup) agar peduli  terhadap kaum Muslim lainnya yang lemah ekonominya. Namun, penomena yang menarik yaitu menurunnya tingkat kemiskinan di Kelurahan Balakia dari tahun 2008/2009 hingga tahun 2010 berdasarkan data dari P2KP. kelurahan Balakia.[6] Oleh karena itu, penulis  tertarik mengkaji problema yang terjadi dikalangan masyarakat Balakia, apakah pendidikan Islam dalam hal pemberdayaan zakat infaq, infaq dan shadaqah sebagai pengentasan kemiskinan diterapkan atau tidak. sebab terjadi penurunan jumlah populasi keluarga miskin.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis hendak meneliti dan membahas tentang “Penerapan Konsep Pendidikan Islam terhadap pengentasan Kemiskinan melalui zakat, infaq dan shadaqah sebagai upaya pengentasan kemiskinan” di Kelurahan Balakia Kecamatan Sinjai Barat Kabupaten Sinjai.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, pendidikan Islam yang mencakup seluruh yang berbentuk ajaran dan perintah, maka zakat mal adalah salah satu diantara ajaran Islam untuk menanggulangi kemiskinan yang terjadi dikalangan masyarakat Muslim,  maka dari itu penulis dapat merumuskan masalah yang menjadi pembahasan dalam skripsi ini sebagai berikut:
1.      Bagaimana Kondisi Ekonomi masyarakat Kelurahan Balakia Kecamatan Sinjai Barat Kabupaten Sinjai?
2.      Bagaimana Konsep Pendidikan Islam Tentang Pengetasan Kemiskinan di Kelurahan Balakia?
3.      Bagaimana Penerapan Konsep Pendidikan Islam Melalui Pemberdayaan Zakat, Infak dan Shadaqah Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan di Kelurahan Balakia Kecamatan Sinjai Barat?
C. Pengertian Judul dan Definisi Operasional
Di dalam mengemukakan pengertian judul skripsi ini, terlebih dahulu penulis uraikan pengertian terhadap kata-kata yang dianggap penting untuk menjaga kesimpang siuran di dalam memahami pengertian judul tersebut, kata-kata yang dimaksud adalah:
1.      Pengertian konsep, yaitu rencana yang dituangkan, tersedia, atau terumus.[7]
2.      Pendidikan Islam, yaitu suatu usaha pengarahan untuk merealisasikan misi agama Islam dalam tiap pribadi manusia, yaitu menjadikan manusia sejahtera baik dibidang ekonomi maupun sosial.[8]
Konsep pendidikan Islam yang penulis maksud adalah inplementasi ajaran  Islam yang merupakan bagian dari kepedulian sosial melalui zakat fitrah, zakat mal, infak dan shadaqah.
3.      Pengentasan adalah upaya yang dilakukan secara konsisten menanggulangi.[9]
4.      Sedangkan kemiskinan, adalah ketidak terpenuhinya kebutuhan mendasar.[10]
Jadi pengentasan kemiskinan adalah upaya menanggulangi ketidak terpenuhinya kebutuhan mendasar melalui pemberdayaan zakat, infak dan shadaqah.
Adapun yang dimaksud zakat, infak dan shadaqah dalam sikrifsi ini yaitu:
1.      Zakat fitrah dan zakat mal, zakat mal yaitu zakat yang dikeluarkan berdasarkan nizab dan haulnya. Sedangkan zakat fitrah yaitu zakat yang di keluarkan pada bulan Ramadhan atas setiap jiwa.
2.      Infak, yaitu pengeluaran sukarela yang di lakukan seseorang, setiap kali Ia memperoleh rizki, sebanyak yang Ia kehendakinya.
3.      Shadakah, yaitu segala bentuk nilai kebajikan yang tidak terikat oleh jumlah, waktu dan juga yang tidak terbatas pada materi tetapi juga dapat dalam bentuk non materi. Namun yang dimaksud disini adalah shadaqah yang berbentuk materi.
Oleh karena itu, penerapan konsep pendidikan Islam terhadap pengentasan kemiskinan yang penulis maksud adalah upaya yang dilakukan secara konsisten memerangi problematika kemanusiaan akibat karena tidak cukupnya kebutuhan mendasar melalui pemberdayaan zakat, Infak dan shadaqah (ZIS) di Kelurahan Balakia Kecamatan Sinjai Barat Kabupaten Sinjai.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a.   Untuk mengetahui kondisi  ekonomi masyarakat Kelurahan Balakia Kecamatan Sinjai Barat
b.   Untuk mengetahui konsep pendidikan Islam terhadap pengentasan kemiskinan
c.   Untuk mengetahui penerapan konsep pendidikan Islam melalui pemberdayaan zakat, infak dan shadaqah sebagai upaya pengentasan kemiskinan di Kelurahan Balakia Kecamatan Sinjai Barat Kabupaten Sinjai.
2. Kegunaan Penelitian
a.   Untuk menjadi pelajaran bagi penulis khususnya dalam mengatasi problema hidup manusia mengenai penerapan kensep pendidikan Islam dalam mengatasi kemiskinan.
b.   Sebagai suatu karya ilmiah, skripsi ini diharapkan dapat memberikan konstribusi pemikiran yang signifikan di kalangan para pemikir dan intelektual sehingga semakin menambah khazanah ilmu pengetahuan keagamaan, disamping itu tulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan untuk para peneliti dalam studi penelitian yang sama.



E. Garis Besar Isi Skripsi
            Pada bagian ini penulis memberikan gambaran singkat isi sikripsi ini, sehingga dapat diketahui dengan jelas. Sikripsi ini terdiri dari lima Babdan masing-masing bab membut sub-sub yang saling berhubungan.
            Bab I, pada bab ini akan diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, pengertian judul, tujuan dan kegunaan penelitian dan garis besar isi sikripsi.
            Bab II, tujuan kepustakaan, uraiannya meneliti pengertian pendidikan  Islam dan upaya pengentasan kemiskinan kemiskinan.
            Bab III, mencakup metode penelitian, uraian meliputi populasi yaitu penguraikan tentang jumlah keseluruahan kepala keluarga yang tergolong miskin di Kelurahan Balakia kecamatan Sinjai Barat Kabupaten Sinjai, dan objeknya hanya kepala keluarga yang tergolong miskin. Instrument penelitian, yaitu menguraikan tentang alat yang dipakai mengumpulkan data. Prosedur pengumpulan data dan tehknik pengumpulan data yaitu menguraikan tentang metode atau cara  mengolah data dan menganalisis data.
            Bab IV, membahas tentang hasil penelitian, meliputi gambaran umum tentang lekasi penelitian, kondisi ekonomi masyarakat Balakia, penerapan konsep pendidikan Islam di kelurahan Balakia dan penerapan konsep pendidikan Islam terhadap pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan zakat, infaq dan shadaqah di Kelurahan Balakia Kecamatan Sinjai Barat Kabupaten Sinjai.
            Bab V, merupakan bab penutup yang didalamnya  membuat kesimpulan yang telah dikemukakan dari bab-bab sebelumnya, dan terakhir dikemukakan inplikasi penelitiandari pembahasan berupa saran-saran yang dianggap perlu bagi penulis.


[1]Departemen Agama RI  Al-Qur’an dan Terjemahnya. (Surabaya: CV Toha Putra 1989 ), h 297.
[2] Ibid. h. 859.
[3]Http. Marhaban. Kemiskinan / Opini_Marhaban_Ekonomi-Islam Htm. Out line 20 /3/ 2010.
[4]Http. Keputusan presiden BAB 4 No124 tahun 2001 Html. Out Line 3/5/ 2010.
[5]H.Abd. Rahman Getteng, Pendidikan Islam dalam Pembangunan (Ujung Pandang:Yayasan Al-Ahkam, 1007), h. 25.

                [6]Aswar Aco, Dokumentasi  P2KP Kelurahan Balakia 2010.
[7]Amran CYS Haniago, Kamus Bahasa Indonesia (Bandung: CV Pustaka Setia, 1995), h. 323.
[8] . M Arifin, Ilmu pendidikan Islam. (Jakarta: Cet. III; PT. Bumi Aksara, 2008), h. 2.
[8] Marhaban. Opini Kemiskinan ( Opini) _Marhaban_Ekonomi-Islam Htm. Out line 20 Maret 2010.


[10] Amran CYS Haniago, Op. Cit.  h. 402.



BAB  II
TINJAUAN PUSTAKA
1.   Konsep Pendidikan Islam
Eksistensi masyarakat religius dapat dipertahankan, bila mana warga masyarakat mempunyai pengetahuan dan nilai-nilai budaya yang didasarkan kepada konsep agama Islam. Pengetahuan dan nilai-nilai budaya baru dapat dimiliki, bilamana semua warga masyarakat mendapat kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Dengan pendidikan itulah masyarakat diharapkan dapat mempertahankan eksistensinya, sebagai warga negara beragama yang baik dan dapat mempertahankan hidupnya sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan zaman. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Bani Israi ayat 36 yaitu:
Ÿwur ß#ø)s? $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ íOù=Ïæ 4
Terjemahnya:
“Janganlah engkau berhenti (tidak menuntut ilmu) apa saja yang belum kamu miliki…”[1] 

Melalui ayat diatas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan merupakan sarana untuk membimbing kearah yang lebih dewasa dalam menjawab tantangan zaman, oleh karena pengetahuan dan pendidikan Islam akan lebih mengarahkan untuk memahami  hakikat manusia sebagai mahkluk sosial, beriman kepada Allah dan tidak menjadi orang yang hanya memikirkan dirinya sendiri (kikir). Firman Allah dalam Al- Qur,an Surah al-Baqarah ayat 268 menggambarkan sebagai berikut:
ß`»sÜø¤±9$# ãNä.ßÏètƒ tø)xÿø9$# Nà2ããBù'tƒur Ïä!$t±ósxÿø9$$Î/ ( ª!$#ur Nä.ßÏètƒ ZotÏÿøó¨B çm÷ZÏiB WxôÒsùur
Terjemahannya:

“Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunianya…”[2]

Semua manusia bila ingin memiliki posisi baik dan terhormat, harus mempunyai ilmu pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan profesinya masing-masing. Untuk memperoleh tempat yang baik disisi Allah juga harus mempunyai ilmu yang diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.[3]
Menurut Jalaluddun Rahmat, bahwa terjadinya kemiskinan dikalangan masyarakat dapat dikarenakan kecenrungannya sebahagian masyarakat untuk tidak memuliakan anak yatim, tidak adanya usaha membela orang miskin, kecendrungan menggunakan sumber-sumber daya secara rakus dan kecintaan terhadap harta benda secara berlebihan.[4]
Islam telah menjadikan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan primer serta mengusahakannya untuk orang yang tidak bisa memperolehnya adalah fardhu. Apabila kebutuhan-kebutuhan primer tersebut bisa dipenuhi sendiri oleh seseorang, maka pemenuhan tersebut menjadi kewajibannya. Namun, apabila orang tersebut tidak bisa memenuhinya sendiri, karena tidak mempunyai harta yang cukup karena tidak memperoleh harta yang cukup, maka syara’ telah menjadikan orang tersebut wajib ditolong oleh orang lain, sehingga bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan primernya.[5]
Islam dalam hal ini bahkan telah merinci tata cara untuk membantu orang semacam ini. Islam, pertama kalinya mewajibkan kepada kerabat terdekat yang memiliki hubungan darah.
Fenomena miskin dan kaya adalah salah satu tanda kekuasaan Allah SWT. kedua hal ini berjalan saling beriringan dan saling membutuhkan satu sama lain. Meskipun keduanya berbeda dan memiliki karakteristik yang berlainan, namun keduanya saling berdekatan dan saling berjauhan.
Dari kedua sikap itu kemudian terwujud kehidupan yang subur dalam kekeringan dan kering dalam kesuburan, manis dalam kepahitan dan pahit dalam kemanisan. Allah SWT. berkehendak menjadikan keduanya sebagai suatu peran yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Dan Allah SWT. juga telah memberikan ukuran-ukuran bagi kedua hal itu yang tidak dapat ditinggalkan oleh manusia.
Namun, dari kedua hal itu yang pertama kali ada dalam kehidupan ini adalah kefakiran. Allah SWT telah menciptakan Adam dalam kefakiran, tidak diketahui suatu apapun, dan setelah itu Allah SWT. membuatnya kaya, sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 31 yaitu:
وَعَلَّمَ ءَادَمَ الْأَسْمَآءَ كُلَّهَا
Terjemahnya:
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya…”[6]

Kemudian, datang Nabi Muhammad SAW. kedalam kehidupan ini, dalam keadaan fakir, dan selanjutnya Allah SAW. membuatnya kaya, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S Ad-Dhuha (93):8
وَوَجَدَكَ عَآئِلاً فَأَغْنى
Terjemahnya:
“Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan”.[7]

Mujahid mengatakan bahwa miskin adalah orang-orang yang tidak bisa dimintai apa-apa,[8] orang fakir adalah orang yang memiliki sedikit bahan makanan untuk hidupnya. Seorang miskin mempunyai kondisi yang lebih baik dibanding orang fakir. Ini satu pendapat, karena Allah SWT. berfirman dalam Q.S Al-Qahfi (18):79
$¨Br& èpoYÏÿ¡¡9$# ôMtR%s3sù tûüÅ3»|¡yJÏ9

Terjemahnya:
“Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin…”[9]
Atas dasar uraian di atas, maka dapat dikemukakan bahwa kemuliaan dan kehinaan manusia bukan disebabkan oleh ada dan tidaknya harta benda yang dimiliki. Harta benda adalah sarana yang netral, bukan penentu kebaikan atau kejelekan manusia.
Oleh karena itu, pendidikan Islam sangat besar peranannya terhadap kepedulian sosial sehingga Islam mempunyai konsep penanggulangan kemiskinan seperti ZIS (zakat, infak dan shadaqah), yang diberikan kepada kerabat yang tergolong miskin baik secara langsung maupun melalui Badan Amil zakat untuk disalurkan.
Konsep pendidikan Islam melalui zakat, infak dan shadaqah sebagai berikut:
a.   Zakat
Zakat secara bahasa (lughat), berarti : tumbuh; berkembang dan berkah  atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan, Seorang yang membayar zakat karena keimanannya nicaya akan memperoleh kebaikan yang banyak. Allah SWT berfirman : "Pungutlah zakat dari sebagian kekayaan mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka. Firman Allah QS : At-Taubah : 103 yaitu:
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5
Terjemahannya:
  Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan diri mereka”[10]
 Sedangkan menurut terminologi syari'ah (istilah syara') zakat berarti kewajiban atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu dalam waktu tertentu.
Demikian halnya menurut mazhab Imam Syafi'i zakat adalah sebuah ungkapan keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan secara khusus. Sedangkian menurut mazhab Imam Hambali, zakat ialah hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula, yaitu kelompok yang disyaratkan dalam Al-Qur'an. Zakat mempunyai fungsi yang jelas untuk menyucikan atau membersihkan harta dan jiwa pemberinya.
b.   Infaq
Infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Menurut terminologi syariat, infaq berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan Islam. Jika zakat ada nishabnya, infaq tidak mengenal nishab. Infaq dikeluarkan setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia di saat lapang maupun sempit (QS. 3:134).
tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZムÎû Ïä!#§Žœ£9$# Ïä!#§ŽœØ9$#ur tûüÏJÏà»x6ø9$#ur xáøtóø9$# tûüÏù$yèø9$#ur Ç`tã Ĩ$¨Y9$# 3 ª!$#ur =Ïtä šúüÏZÅ¡ósßJø9$#
Terjemahannya
“yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.[11]
Jika zakat harus diberikan pada mustahik tertentu (8 asnaf), maka infaq boleh diberikan kepada siapapun. Misalnya, untuk kedua orang tua, anak-yatim dan sebagainy, sebagaimana firman Allah QS. Al-baqarah ayat 215 yaitu:
štRqè=t«ó¡o #sŒ$tB tbqà)ÏÿZム( ö@è% !$tB OçFø)xÿRr& ô`ÏiB 9Žöyz ÈûøïyÏ9ºuqù=Î=sù tûüÎ/tø%F{$#ur 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡pRùQ$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# 3 $tBur (#qè=yèøÿs? ô`ÏB 9Žöyz ¨bÎ*sù ©!$# ¾ÏmÎ/ ÒOŠÎ=tæ  .
Terjemahannya
Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya”.[12]
Infaq adalah pengeluaran sukarela yang di lakukan seseorang, setiap kali ia memperoleh rizki, sebanyak yang ia kehendakinya. Allah memberi kebebasan kepada pemiliknya untuk menentukan jenis harta, berapa jumlah yang yang sebaiknya diserahkan.
c.   Shadaqah
Sedekah berasal dari kata shadaqa yang berarti benar. Orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Adapun secara terminologi syariat shadaqah makna asalnya adalah tahqiqu syai'in bisyai'i, atau menetapkan / menerapkan sesuatu pada sesuatu. Sikapnya sukarela dan tidak terikat pada syarat-syarat tertentu dalam pengeluarannya baik mengenai jumlah, waktu dan kadarnya, atau pemberian sukarela yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, terutama kebada orang-orang miskin setiap kesempatan terbuka yang tidak di tentukan baik jenis, jumlah maupun waktunya, sedekah tidak terbatas pada pemberian yang bersifat material saja tetapi juga dapat berupa jasa yang bermanfaat bagi orang lain. Bahkan senyum yang dilakukan dengan ikhlas untuk menyenangkan orang lain termasuk kategori sedekah. Shadaqoh mempunyai cakupan yang sangat luas dan digunakan al-qur'an untuk mencakup segala jenis sumbangan.
Sedekah berarti memberi derma, termasuk memberikan derma untuk mematuhi hukum dimana kata zakat digunakan didalam al-qur'an dan sunah. zakat telah disebut pula sedekah karena zakat merupakan sejenis derma yang diwajibkan sedangkan sedekah adalah sukarela, zakat dikumpulkan oleh pemerintah sebagai suatu pengutan wajib, sedegkan sedekah lainnya dibayarkan secara sukarela. Jumlah dan nisab zakat di tentukan, sedangkan jumlah sedekah yang lainya sepenuhnya tergantung keinginan yang menyumbang.
Pengertian sedekah sama dengan pengertian infaq, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Hanya saja shadaqoh mempunyai makna yang lebih luas lagi dibanding infaq. Jika infaq berkaitan dengan materi, sedekah memiliki arti lebih luas, menyangkut juga hal yang bersifat nonmateriil. Shadaqah ialah segala bentuk nilai kebajikan yang tidak terikat oleh jumlah, waktu dan juga yang tidak terbatas pada materi tetapi juga dapat dalam bentuk non materi, misalnya menyingkirkan rintangan di jalan, menuntun orang yang buta, memberikan senyuman dan wajah yang manis kepada saudaranya, menyalurkan syahwatnya pada istri dsb. Dan shadaqoh adalah ungkapan kejujuran (shiddiq) iman seseorang.
Hadits riwayat Imam Muslim dari Abu Dzar, Rasulullah menyatakan bahwa jika tidak mampu bersedekah dengan harta, maka membaca tasbih, takbir, tahmid, tahlil, berhubungan suami-istri, atau melakukan kegiatan amar ma’ruf nahi munkar adakah sedekah.
Dalam hadist Rasulullah memberi jawaban kepada orang-orang miskin yang cemburu terhadap orang kaya yang banyak bershadaqah dengan hartanya, beliau bersabda yang terjemahannya:
"Setiap tasbih adalah shadaqah, setiap takbir shadaqah, setiap tahmid shadaqah, setiap amar ma'ruf adalah shadaqah, nahi munkar shadaqah dan menyalurkan syahwatnya kepada istri shadaqah". (HR. Muslim)
            Melalui dari hadits diatas, menjelaskan bahwashadaqah tidak hanya terbatas kepada yang bersifat materi tapi juga pada non materi.
2. Problema Kemiskinan
Kemiskinan pada umumnya senantiasa melanda kaum petani dan pekerja dominan hanya mengandalkan otot dibanding otaknya sehingga menjadi kekuatan bagi mereka yang pintar dan kuat ekonominya sehingga produksi yang dihasilkan oleh masyarakat yang lemah menjadi komoditi besar bagi golongan pengusaha besar dan kaya. Pendidikan memiliki beban untuk memberikan sumbangsi dan strategi dalam mengatasi kemiskinan, dengan menggunakan metode kombinasi ilmu pendidikan, ilmu kemunikasi, dan ilmu dakwah.[13] Oleh karena itu pengertian kemiskinan identik dengan kekurangan dari segala macam kebutuhan hidup yang cukup minimum.
Para ahli ilmu sosial berpendapat bahwa sebab utama yang melahirkan kemiskinan adalah sistem ekonomi yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan, tetapi kemiskinan itu sendiri bukanlah suatu gejala yang terwujud semata-mata hanya karena sistem ekonomi. Dalam kenyataannya, kemiskinan merupakan perwujudan dari interaksi yang melibatkan hampir semua aspek yang dimiliki manusia dalam kehidupannya.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikemukakan bahwa sebab-sebab terjadinya kemiskinan terkait dengan model interaksi antara manusia dengan dirinya sendiri, dengan sesamanya, dengan alam dan dengan kondisi masyarakat.
a.      Keadaan alam
Berkaitan dengan keadaan alam ini, Al-Qur’an menyatakan bahwa alam semesta ini ditundukkan kepada manusia sebagaimana terdapat dalam Q.S. Al-Jatsiyah ayat 13. yang artinya:
“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir”.[14]

Berpijak pada ayat ini dapat dinyatakan bahwa alam semesta ini merupakan suatu sumber daya yang siap didayagunakan untuk berbagai kepentingan manusia. Dengan catatan, karena Allah menundukkan alam tersebut, maka pola interaksi manusia dengan harus diletakkan pada prinsip-prinsip yang sejalan dengan norma-norma ketuhanan. Konsekuensi logisnya adalah bahwa selain Allah, manusia harus terbebaskan dari semua bentuk penundukan diri, termasuk juga penundukan diri kepada alam.
Disisi lain, keadaan alam yang kurang kondusif bagi terciptanya kesejahteraan manusia dapat pula merupakan suatu cobaan yang diberikan oleh Tuhan.
b.      Kondisi manusia sendiri
Seperti diketahui dalam kehidupan modern, salah satu prinsip yang melandasi kemajuan di berbagai bidang adalam prinsip efisiensi. Prinsip ini terutama berpangkal pada pemanfaatan waktu sebaik-baiknya. Dengan kata lain, terdapat keselarasan antara kehidupan modern Al-Qur’an dengan hal sama-sama menaruh respek optimal terhadap waktu.
Kurangnya kepercayaan terhadap kemampuan sendiri dapat disebabkan oleh adanya keyakinan bahwa kaya atau miskin sudah ditentukan Tuhan atau kepercayaan fatalistic.
c.      Pendidikan
Seperti pada aspek lain, maka masalah pendidikan, tingkat pendidikan yang rendah dapat di tentukan secara ilmiah atau secara objektif seperti pada mengukur jumlah kalori yang dibutuhkan, pada umumnya yang menjadi objek pembahasan adalah inplementasi dari ajaran Islam.
3. Konsep pendidikan Islam Terhadap pengentasan Kemiskinan
Sebagaimana diketahui bahwa kemiskinan merupakan salah satu kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Hal ini semakin terpuruk ketika bangsa Indonesia dihantam badai krisisi moneter pada tahun 1997 yang mana sampai saat ini krisisi yang melanda Indonesia tak kunjung usai. Kemiskinan sebagai sebuah paradigma sosial merupakan fenomena yang perlu mendapatkan perhatian serius dari negara dan masyarakat sebagai bentuk penciptaan negara yang madani (Baldatun thayyibatun warabbul ghaffur) sebagaimana teramanatkan didalam Pembukaan Undang_Undang Dasar 1945 yang mana bahwa tujuan dari bangsa Indonesia adalah:
“untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”[15]
Sebagai sebuah bentuk amanat rakyat kepada negara melalui konstitusi dasar sudah sepantasnya negara bertanggung jawab untuk memajukan dan mewujudkan kesejahteraan bagi segenap masyarakat Indonesia.
Oleh sebab itu salah satu alternatif solusi dalam memecahkan masalah untuk keluar dari dimensi kemiskinan adalah melalui optimalisasi penerapan dan pengelolaan dana zakat, infaq dan shodaqoh yang amanah dan komprehensif sebagai wujud dana ummat guna kepentingan dan kemanfaatan umat manusia. oleh sebab itu terdapat beberapa alasan mengapa pentingnya pembentukan Badan Amil, Zakat, Infak, dan Shodaqoh Nasioanal sebagai sebuah infrasturuktur kelembagaan negara yang legitimate dalam menjalankan fungsinya untuk mengelola dan menyalurkan dana tersebut kepada orang-orang yang berhak menerima sebagaimana dimaksud didalam Alquran. Adapun golongan yang berhak menerima zakat (Muztahiq) adalah Fakir, miskin, muallaf, gharim, riqab, ibnu sabil dan fisabilillah. Fakir dan miskin yang merupakan bagian dari golongan yang berhak menerima zakat merupakan parameter utama peran dan fungsi pengelolaan dan zakat sebagai upaya startegis dalam penanggulangan kemiskinan. Oleh sebab itu untuk mewujudkan mekanisme pengelolaan dan penyaluran yang professional, amanah dan jujur diperlukan adanya niat dan semangat untuk memrangi kemiskinan sebagai musuh bersama yang harus dilawan.
Keluarnya UU No 38 tahun 1999 tentang pengelolan zakat merupakan salah satu elemen pendukung dalam rangka manifestasi penaggulangan kemiskinan melalui pengaturan tentang pengelolaan zakat kedalam regulasi hukum positif di Indonesia. Akan tetapi efektifitas penerapann ketentuan undang-undang tersebut masih bersifat setengan hati dalam menjalankannya. Salah satu indikasi penyebabnya adalah kurangnya dukungan dari kalangan aparatur negara untuk menciptakan iklim zakat yang kondusif ditengah aktivitas perekonomian Indonesia. Yang mana pergeseran telah terjadi pada sistem ekonomi Indonesia sehingga tidak dipungkiri Indonesia menjadi arena pertarunagn dua sistem ekonomi global yaitu antara sistem ekonomi sosioalis dan liberal kapitalis. Oleh sebab itu, urgensi pembentukan Badan Amil, Zakat, Infaq, dan Shadaqoh meruapakn kebutuhan yang seharusnya mendapatkan proporsi yang ideal dalam pembanguanan perekonomian. Adapun urgensi pembentukan Badan Amil, Zakat, Infaq, dan Shadaqoh adalah sebagai berikut:

a.      Alasan Filosofis
Adapun alasan filosofis yang melatar belakangi perlunya di bentuk Badan Amil, Zakat, Infaq, dan Shadaqoh dalam skala nasional adalah: bahwa perintah untuk membayar zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang telah memnuhi kadar nizabya, Kareana hal demikian ini telah secara jelas telah diuangkapkan didalam salah satu rukun Islam yang mana rukun Islam yang ketiga memerintahkan kaum muslim untuk mengeluarkan zakat atas harta yang diperolehnya. Disisi lain konsepsi zakat merupakan bagian integral dari pelaksanaan hukum Islam yang mana tujaun dari pelaksanaan hukum Islam adalah:
1.   Pemeliharaan agama yaitu agama merupakan tujuan pertama sebagai pedoman hidup manusia.
2.   Pemeliharaan jiwa yaitu bahwa zakat sebagai bagian dari hukum Islam bertujuan memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya.
3.   Pemeliharaan harta yaitu adalah bahwa, harta merupakan pemberian Tuhan kepada manusia agar manusia dapat mempertahankan hidup dan melangsungkan kehidupannya.
Oleh karena itu, zakat sebagai bentuk integral dari hukum Islam memandang bahwa terdapat perlindungan hak manusia untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal dan sah serta melindungi kepentingan harta seseorang, masyarakat dan negara. Kemudian aspek lain yang menjadi filosofi zakat adalah prinsip keadilan dalam rangka mendciptakan kemanfaat ummat. Dalam konteks zakat, Islam tidak mungkin hanya mewajibkan zakat hanya kepada sebagian sumber zakat saja, sedangkan sumber-sumber lainnya tidak diwajibkan dengan alasan tidak adanya contoh dari Rosulullah padahal bisa jadi sumber yang tidak diwajibkan tersebut potensinya lebih besar dari sumber zakat yang diwajibkan.
b.      Alasan Yuridis
Alasan yuridis yang merupakan bagian penting dari pembentukan badan amil, zakat, Infaq, dan shodaqoh adalah dengan diangkatnya zakat kedalam hukum positif merupakan terobosan dan peluang berlakunya hukum Islam di Indonesia. karena zakat sebagai instrumen keagamaan yang berdimensi vertical dan horosontal akan dapat dilaksanakan sesuai dengan apa tujuan ditetapkannya syariat zakat. Kejelasan komitmen terhadap kaum dhuafa tersebut ditegaskan didalam ketentuan pasal 16 ayat 2 UU No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan zakat adalah sebagai berikut:
“Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif” [16]
Oleh sebab itu diperlukan sebuah lembaga amil, zakat, infaq, dan shadaqoh yang mempunyai legitimasi hukum sehingga dalam operasioanlisasi dilapangan dapat berjalan secara professional, jujur dan amanah. Dengan demikian untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan adanya prinsip-prinsip manajemen yang meliputi perencanaan (planning) sebagai fungsi manjemen pertama diikuti dengan langkah penyusunan staff (Staffing), pengorganisasian (Organizing), pengawasan (controlling) sebagai bentuk perwujudan amana yang diberikan untuk mengelola dana umat, dan penghimpunan segala sumber yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan (assembling of resources). Prinsip-prinsip tersebut harus dijalankan secara konsisten sehingga tercipta harmonisai antara teritik dan praktek sebagai mana tertuang didalam Undang-Undang tentang pengelolaan zakat. Dalam kerangka kehidupan bernegara, zakat sebagai sistem dan ins­tru­men orisinil ekonomi Islam pada hakikatnya adalah menjalankan fung­si ne­ga­ra dalam hal pendistribusian kekayaan kepada golongan yang membu­tuhkan, terutama untuk terpenuhinya kebutuhan hidup minimal. Hal ini didasari oleh konsepsi bahwa zakat merupakan sistem yang wajib atau obligatory zakat sistem, bukan sistem yang bersifat sukarela atau voluntary zakat sistem. Oleh karena itu sangat wajar bila umat Islam di Indonesia mendambakan terealisasinya peran zakat secara optimal untuk mengurangi kemiskinan.
c.      Alasan Sosiologis
Bahwa dalam konteks sosial kemasyarakatan pengeloalan zakat melalui badan zakat yang professional merupakan potensi besar sekaligus upaya strategis dalam menaggulangi kemiskinan di Indonesia. Hal ini terjadi mengingat bahwa sebagian besar atau mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam. Hal inilah yang senantiasa merupakan modal dasara dan modal utama dalam melakukan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera adil dan makmur. Akan tetapi fakta dilapangan menunjukkan bahwa dengan potensi dan kekuatan yang besar ternyata masih terlihat angka kemiskinan di Indonesia masih tergolong sangan tinggi. Padahal jika dikelola secara optimal menurut Tulus mengatakan bahwa potensi zakat di Indonesia sendiri mencapai sekitar Rp 7 triliun per tahun, namun realisasinya masih sangat jauh dari potensi tersebut yakni Rp500 miliar per tahun. Teori ekonomi mengatakan bahwa untak memutus mata rantai lingkaran kemiskinan dapat dilakukan peningkatan keterampilan sumber daya manusianya, penambahan modal investasi, dan mengembangkan teknologi[17].
Sumber zakat merupakan harta yang menjadi objek zakat. Sumber zakat dibagi menjadi dua bagian, yang pertama sumber zakat terdahulu, dan yang kedua adalah sumber zakat kontemporer. Sumber zakat terdahulu yaitu sumber zakat yang pernah ada pada zaman Rosulullah, seperti zakat emas dan perak, zakat perdagangan, zakat pertanian, zakat rikaz, dan lain sebagainya sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rosulullah dalam berbagai hadits.
Adapun sumber zakat kontemporer adalah sumber zakat yang tidak ada pada zaman Rosulullah, tapi para ulama memasukannya kedalam sumber zakat yang harus dikeluarkan zakatnya dengan jalan analogi atau qiyas kepada sumber zakat yang pernah ada pada zaman Rosulullah.
Dalam hal ini para ulama khususnya para ulama kontemporer memasukan sumber zakat kontemporer kedalam salah satu sumber zakat bukannya tanpa alasan dan bukannya tanpa didukung dengan dalil. Mereka telah berijtihad dalam hal ini dan merekapun mengemukakan dalil-dalil baik itu dalil aqli (dalil berdasarkan logika) ataupun dalil naqli (dalil berdasarkan nash).
Zakat, Infaq, dan shodaqoh sebagai bentuk dana umat merupakan potensi yang besar karena motivasi utama masyarakat untuk berderma.
Semua umat Islam meyakini dan mengakui bahwasannya Islam merupakan agama rahmatan lil ‘aalamiin, yang mengajarkan kepada setiap umatnya untuk mewujudkan kehidupan yang adil, makmur, tentram, dan harmonis antara si miskin dan si kaya kapan dan dimanapun berada. Zakat adalah salah satu di antara lima pilar yang menegakkan bangunan Islam. Di sisi lain, ia juga merupakan sebuah bentuk ibadah yang mempunyai keunikan tersendiri, karena di dalamnya terdapat dua dimensi sekaligus, yakni dimensi kepatuhan atau ketaatan dalam konteks hubungan antara hambah dan khalik, dan sekaligus dimensi kepedulian terhadap sesama makhluk Allah, khususnya hubungan sosial sesama manusia. Firman Allah surah Al-Imran ayat 92 yaitu:
`s9 (#qä9$oYs? §ŽÉ9ø9$# 4Ó®Lym (#qà)ÏÿZè? $£JÏB šcq6ÏtéB 4 $tBur (#qà)ÏÿZè? `ÏB &äóÓx« ¨bÎ*sù ©!$# ¾ÏmÎ/ ÒOŠÎ=tæ
Terjemahannya:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya”.[18]
Pada dasarnya agama Islam mewajibkan semua umatnya mengeluarkan zakat, untuk membersihkan jiwa mereka.
Firman Allah SWT. dalam  surah An-Nisa ayat 77 yaitu:
 (#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¢9$#
Terjemahannya:
“Dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!"[19]
Zakat merupakan perintah Allah untuk menyantuni orang-orang miskin, maka juga menjadi bagian dari rukun Islam, keberadaannya telah diatur sedemikian rupa dalam alqur’an dan assunnah, sehingga bila tidak dilaksanakan, yang bersangkutan bisa dikategorikan kufur. Salah satu potensi ajaran Islam yang belum ditangani dengan baik dan serius oleh pemerintah adalah zakat, yang secara bahasa berarti membersihkan, bertambah dan tumbuh. Zakat merupakan ibadah yang bercorak sosial-ekonomi, sebagai kewajiban seseorang muslim atau badan hukum yang dimilikinya untuk mengeluarkan sebagian hak miliknya kepada pihak yang berhak untuk menerimanya (mustahiq) agar tercipta pemerataan ekonomi yang berkeadilan. Firman Allah SWT. dalam  Al-Qur’an surah Al-Attaubah  ayat 103:
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5
Terjemahannya:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan diri mereka.[20]
Zakat merupakan ibadah yang mempunyai dimensi yang sangat luas. Bila dilihat dari sasarannya, zakat bukan hanya berdimensi sosial-agama, tetapi juga berdimensi sosial-politik. Ini dapat dilihat dari sasaran zakat yang berkaitan dengan pemerintah, yaitu penanganan muallaf (aspek dakwah) dan penegakan agama Allah (sabilillah). Oleh sebab itulah, dalam agama Islam harus ada jamaah dan kekuasaan yang mengumpulkan zakat melalui para petugasnya dengan melakukan beberapa tahapan yaitu:
1.      Tahapan sensus yaitu idntifikasi penduduk yang miskin dan orang berada
2.      Tahap pengumpulan dana
3.      Tahap pemberdayaan, sesuai kebutuhan dan petensi penduduk miskin
4.      Tahap penyaluran
5.      Tahap pembinaan
6.      Tahap pertanggung jawaban.
Keenam sistem tersebut merupakan sebuah sistem sebagai suatu dengan yang lain saling mempengaruhi sehingga proses pemberdayaan zakat mal dapat berjalan sesuai tuntunan ajaran Islam.
Dalam zakat terdapat unsur mengembangkan sikap gotong-royong dan tolong-menolong. Sebab zakat dapat membantu orang-orang yang terjepit kebutuhan dan membatu menyelesaikan hutang bagi orang-orang yang sedang pailit. Misi sosial zakat yang begitu idealis tersebut tidak dapat dipenuhi dengan baik tanpa adanya lembaga pengelolaan zakat yang dijalankan secara profesional. Menurut Yusuf Qardhawi, zakat merupakan salah satu dari aturan jaminan sosial dalam Islam, dan Islam memperkenalkan aturan ini dalam ruang lingkup lebih luas dan mendalam yang mencakup semua segi kehidupan manusia.
Zakat mal dipadang sebagai aturan jaminan sosial pertama yang tidak bergantung pada pertolongan penguasa secara sistematis. Tujuan akhirnya adalah memenuhi kebutuhan orang-orang yang membutuhkan, baik pangan, sandang, perumahan, maupun kebutuhan hidup lainnya. Pelaksanaan kewajiban zakat ini sangatlah penting, bahkan Allah sering mengaitkannnya dengan kewajiban melaksanakan sholat. Dalam penafsiran Muhammad Abduh, penggabungan antara sholat dan zakat menunjukan peran penting keduanya dalam kehidupan manusia. Dengan sholat setiap muslim diharapkan memiliki jiwa yang bersih dan suci dari perbuatan keji dan kotor. Sedangkan dengan zakat, umat Islam diharapkan menjadi masyarakat yang kokoh dan berpadu dalam segala bidang.
Pada masa awal Islam, zakat merupakan salah satu sumber pendanaan negara dan sangat berperan aktif dalam memberdayakan serta membangun kesejahteraan umat, terutama dalam bidang ekonomi. Oleh karena itu, menurut penulis, setidaknya terdapat tiga aspek yang terkait dengan pelaksanaan kewajiban zakat. Pertama aspek moral dan psikologis, pada segi ini diharapkan zakat dapat mengikis habis ketamakan dan keserakahan si kaya yang memiliki kecenderungan cinta harta. Kedua aspek sosial, dalam hal ini zakat sebagai bertindak sebagai alat khas yang diberikan Islam untuk menghapus taraf kemiskinan masyarakat dan sekaligus menyadarkan orang-orang kaya akan tanggungjawab sosial yang yang dibebankan agama kepada mereka. Dan ketiga aspek ekonomi, di sini zakat difungsikan untuk mencegah penumpukan harta pada sebagian kecil orang dan mempersempit kesenjangan ekonomi dalam masyarakat. Dengan kata lain, zakat sebagai effort to flowing yang difungsikan sebagai pengendalian terhadap sifat manusia yang cenderung senang terhadap akumulasi kekayaan dan kehormatan sebagaimana firman Allah QS. Ali-Imran ayat 14 yaitu:
z`Îiƒã Ĩ$¨Z=Ï9 =ãm ÏNºuqyg¤±9$# šÆÏB Ïä!$|¡ÏiY9$# tûüÏZt6ø9$#ur ÎŽÏÜ»oYs)ø9$#ur ÍotsÜZs)ßJø9$# šÆÏB É=yd©%!$# ÏpžÒÏÿø9$#ur È@øyø9$#ur ÏptB§q|¡ßJø9$# ÉO»yè÷RF{$#ur Ï^öysø9$#ur 3 šÏ9ºsŒ ßì»tFtB Ío4quysø9$# $u÷R9$# ( ª!$#ur ¼çnyYÏã ÚÆó¡ãm É>$t«yJø9$# 
Terjemahannya:
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).[21]
 Peran zakat sangat penting dalam usaha pemberdayaan potensi ekonomi umat. Agar pelaksanaannya dapat efektif, Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa urusan zakat sebaiknya jangan dikerjakan sendiri oleh muzakki (orang yang mengeluarkan zakat), melainkan dipungut oleh petugas zakat yang telah ditunjuk oleh negara (dalam konteks Indonesia adalah Badan atau Lembaga Amil Zakat).
Betapa penting peran dan manfaat zakat sehingga pada masa Rasulullah SAW. dan pemimpin Islam setelahnya tidak menyerahkan urusan zakat kepada kerelaan orang-perorang semata, tetapi menjadi tanggungjawab pemerintah (lembaga yang ditunjuk oleh negara), baik dalam proses pemungutan maupun pendistribusian. Oleh karenanya, yang aktif menarik dan mendistribusikan zakat adalah pejabat yang telah ditunjuk oleh negara. Dalam melaksanakan tugasnya mereka diberi kewenangan untuk menggunakan “paksaan” seperti yang pernah dilakukan oleh Abu Bakar r.a. dengan memerangi orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat. Pada akhirnya apabila zakat benar-benar dapat berjalan efektif, diharapkan tercapai sosial safety nets (kepastian terpenuhinya hak minimal kaum papa) serta berputarnya roda perekonomian umat, mendorong pemanfatan dana ‘diam’ (idle), mendorong inovasi dan penggunaan IPTEK serta harmonisasi hubungan si kaya dan si miskin. Sehingga pada akhirnya kehidupan umat yang ideal dengan sendirinya akan terwujud.[22]










[1]Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya (Surabaya: CV. Jaya Sakti, 1997),  h. 56.
[2]Ibid.  h. 42.
[3]Moh. Syaifullah al-Azis, Menuju Masyarakat Madani (Surabaya: Terbit Terang, t.th.),          h. 296.
[4] Ahmad Sanusi, Agama di Tengah Kemiskinan. (Jakarta: Cet. I , PT. Logos wacana ilmu, 1999). h. 3
[5]Taqiuddin An-Nabhani, Membangun sistem Ekonomi Alternatif, Perspektif Islam (Cet. I; Surabaya: Risalah Gusti, 1996), h. 230.
[6]Qur’an dan Terjemahnya, Op. Cit.  h.14.
[7]Ibid., h. 1070.
[8]Taqiuddin An-Nabhani, Op. Cit. h. 228.
[9]Qur’an dan Terjemahnya. Op. Cit., h. 456.
[10] Ibid.  h 297.

[11] Ibid.  h. 98.
[12]Ibid. h. 54.
                [13] Rr. Suhartini. Dkk. Model- Model Pemberdayaan Masyarakat  yogyakarta; pustaka Psantren: 2005. h.344.
[14]Op. cit., h. 816.
[15] Http. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Html. Out line 2/6/2010.
[16] Undang-undang  Nomor 38 Th. 1999 pasal 16 ayat 2.
[18]Qur’an dan Terjemahnya, Op. Cit. h. 92.
[19] Ibid. h. 131. 
[20]Ibid.  h.297.
[21]Ibid. h. 77.
[22]Aedy, hasan, H. Indahnya Ekonomi Islam. Bandung: Cet. I; CV Alfabeta, 2007 h. 99.