BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemiskinan merupakan
problema ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup masyarakat.
Oleh karena itu, Islam yang merupakan agama yang peduli terhadap kemiskinan dan
mendidik manusia agar yang kaya peduli terhadap kaum miskin.
Pada dasarnya, Islam
mewajibkan semua orang yang berada (memiliki harta) yang cukup nizab dan
haulnya wajib menyantuni orang –orang miskin, baik berupa zakat, infak maupun
shadaqah sesuai dengan tuntunan Allah SWT. Dalam Al-Qur’an surah Al-Attaubah ayat 103:
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5
Terjemahannya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan diri mereka.”[1]
Melalui ayat di atas,
maka penulis berkesimpulan bahwa orang yang memiliki harta yang cukup,
berkewajiban mengeluarkan zakat untuk mensucikan diri dan harta mereka. Oleh karena itu, orang yang memiliki harta yang cukup nizab
pada hartanya maka didalamnya terdapat hak orang-orang miskin. Firman Allah dalam Al-Qur’an surah Adz-dzariyat
ayat 19 yaitu:
þÎûur
öNÎgÏ9ºuqøBr& A,ym È@ͬ!$¡¡=Ïj9 ÏQrãóspRùQ$#ur
Terjemahannya:
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk
orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian”[2]
Ayat
diatas memberikan penggambaran akan
adanya hak-hak orang miskin terhadap orang yang memiliki harta yang cukup
sebagai bentuk kepedulian sosial sebagai usaha pengentasan kemiskinan.
kemiskinan merupakan
problema ekonomi secara umum telah menduduki tempat yang luas dalam alam
pikiran dan perasaan manusia, dan kemiskinan merupakan salah satu masalah yang
berat dan kompleks yang dihadapi oleh manusia, yang tampaknya persoalan ini
secara nyata memberikan problema sosial. Oleh karena kemiskinan dapat mengecam jiwa
manusia dan menyangkut keselamatan manusia diakibatkan karena tidak
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar bagi kehidupan yang layak dan
kelangsungan hidup dari beratus jiwa orang, baik secara individu maupun
masyarakat secara keseluruhan[3].
Kemiskinan pada dasarnya
adalah tanggung jawab bersama, tidak hanya tanggung jawab sebagai orang
beragama tapi juga merupakan tanggung jawab Negara. Oleh karena itu, dalam
keputusan presiden tentang penanggulangan kemiskinan dalam undang-undang
No. 124 BAB II pasal 4 tahun
2001 bahwa Komite Penanggulangan kemiskinan melakukan
langkah-langkah konkrit untuk mempercepat pengurangan jumlah penduduk miskin di
seluruh wilayah negara Republik Indonesia, melalui :
a.
Pemberdayaan dan pengembangan kemampuan manusia yang
berkaitan dengan aspek pendidikan kesehatan, dan perbaikan kebutuhan dasar
tertentu lainnya;
b.
Pemberdayaan dan pengembangan kemampuan manusia
berkaitan dengan perbaikan aspek lingkungan, pemukiman, perumahan, dan
prasarana pendukungnya;
c.
Pemberdayaan dan pengembangan kemampuan manusia yang
berkaitan dengan aspek usaha, lapangan kerja, dan lain-lain yang dapat
meningkatkan pendapatan.[4]
Pendidikan Islam pada dasarnya adalah merupakan upaya
pembinaan dan pengembangan potensi manusia agar tujuan kehadirannya di dunia ini
sebagai hamba Allah dan sekaligus khalifah Allah tercapai sebaik mungkin.
Potensi yang dimaksud meliputi potensi jasmaniah dan rohaniah seperti akal,
perasaan, kehendak dan aspek rohaniah lainnya. Dalam wujudnya, pendidikan Islam
dapat menjadi upaya umat secara bersama, atau upaya lembaga kemasyarakatan yang
memberikan jasa pendidikan bahkan dapat pula menjadi usaha manusia itu sendiri
untuk mendidik dirinya sendiri. Ruang lingkup pendidikan Islam meliputi
keseluruhan ajaran Islam yang terpadu dalam keimanan (akidah) serta ibadah dan
muamalah yang implikasinya mempengaruhi proses berfikir, merasa berbuat dan
terbentuknya kepribadian yang pada gilirannya terwujud dalam akhlak al-karimah
sebagai wujud manusia muslim.[5]
Melalui pendidikan Islam
dan pembinaan umat, maka ajaran Islamlah yang paling tepat dalam memberikan
Pendidikan kepada umatnya agar orang-orang yang memiliki kemampuan (harta yang
cukup) agar peduli terhadap kaum Muslim
lainnya yang lemah
ekonominya. Namun, penomena yang menarik yaitu menurunnya tingkat kemiskinan di
Kelurahan Balakia dari tahun 2008/2009 hingga tahun 2010 berdasarkan data dari
P2KP. kelurahan Balakia.[6]
Oleh karena itu, penulis tertarik
mengkaji problema yang terjadi dikalangan masyarakat Balakia, apakah pendidikan
Islam dalam hal pemberdayaan zakat infaq, infaq dan shadaqah sebagai
pengentasan kemiskinan diterapkan atau tidak. sebab terjadi penurunan jumlah
populasi keluarga miskin.
Berdasarkan latar
belakang di atas maka penulis hendak meneliti dan membahas tentang “Penerapan
Konsep Pendidikan Islam terhadap pengentasan Kemiskinan melalui zakat, infaq
dan shadaqah sebagai upaya pengentasan kemiskinan” di Kelurahan Balakia Kecamatan
Sinjai Barat Kabupaten Sinjai.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah di atas, pendidikan Islam yang mencakup seluruh yang berbentuk
ajaran dan perintah, maka zakat mal adalah salah satu diantara ajaran Islam
untuk menanggulangi kemiskinan yang terjadi dikalangan masyarakat Muslim, maka dari itu penulis dapat merumuskan masalah
yang menjadi pembahasan dalam skripsi ini sebagai berikut:
1. Bagaimana Kondisi Ekonomi masyarakat Kelurahan
Balakia Kecamatan Sinjai Barat Kabupaten Sinjai?
2. Bagaimana Konsep Pendidikan Islam Tentang
Pengetasan Kemiskinan di Kelurahan Balakia?
3. Bagaimana Penerapan Konsep Pendidikan Islam
Melalui Pemberdayaan Zakat, Infak dan Shadaqah Sebagai Upaya Pengentasan
Kemiskinan di Kelurahan Balakia Kecamatan Sinjai Barat?
C. Pengertian Judul dan Definisi Operasional
Di dalam mengemukakan
pengertian judul skripsi ini, terlebih dahulu penulis uraikan pengertian
terhadap kata-kata yang dianggap penting untuk menjaga kesimpang siuran di
dalam memahami pengertian judul tersebut, kata-kata yang dimaksud adalah:
1. Pengertian konsep, yaitu rencana yang
dituangkan, tersedia, atau terumus.[7]
2. Pendidikan Islam, yaitu suatu usaha
pengarahan untuk merealisasikan misi agama Islam dalam tiap pribadi manusia,
yaitu menjadikan manusia sejahtera baik dibidang ekonomi maupun sosial.[8]
Konsep pendidikan Islam yang penulis
maksud adalah inplementasi ajaran Islam
yang merupakan bagian dari kepedulian sosial melalui zakat fitrah, zakat mal,
infak dan shadaqah.
3. Pengentasan
adalah upaya yang dilakukan secara konsisten menanggulangi.[9]
4. Sedangkan kemiskinan, adalah ketidak
terpenuhinya kebutuhan mendasar.[10]
Jadi pengentasan
kemiskinan adalah upaya menanggulangi ketidak terpenuhinya kebutuhan mendasar
melalui pemberdayaan zakat, infak dan shadaqah.
Adapun yang dimaksud
zakat, infak dan shadaqah dalam sikrifsi ini yaitu:
1. Zakat fitrah dan zakat mal, zakat mal
yaitu zakat yang dikeluarkan berdasarkan nizab dan haulnya. Sedangkan zakat
fitrah yaitu zakat yang di keluarkan pada bulan Ramadhan atas setiap jiwa.
2. Infak, yaitu pengeluaran
sukarela yang di lakukan seseorang, setiap kali Ia memperoleh rizki, sebanyak
yang Ia kehendakinya.
3. Shadakah, yaitu segala bentuk
nilai kebajikan yang tidak terikat oleh jumlah, waktu dan juga yang tidak
terbatas pada materi tetapi juga dapat dalam bentuk non materi. Namun yang
dimaksud disini adalah shadaqah yang berbentuk materi.
Oleh karena
itu, penerapan konsep pendidikan Islam terhadap pengentasan kemiskinan yang penulis
maksud adalah upaya yang dilakukan secara
konsisten memerangi problematika kemanusiaan akibat karena tidak cukupnya
kebutuhan mendasar melalui pemberdayaan zakat, Infak dan shadaqah (ZIS) di
Kelurahan Balakia Kecamatan Sinjai Barat Kabupaten Sinjai.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a.
Untuk mengetahui
kondisi ekonomi masyarakat Kelurahan
Balakia Kecamatan Sinjai Barat
b.
Untuk mengetahui
konsep pendidikan Islam terhadap pengentasan kemiskinan
c.
Untuk mengetahui
penerapan konsep pendidikan Islam melalui pemberdayaan zakat, infak dan
shadaqah sebagai upaya pengentasan kemiskinan di Kelurahan Balakia Kecamatan
Sinjai Barat Kabupaten Sinjai.
2. Kegunaan Penelitian
a. Untuk menjadi pelajaran bagi penulis
khususnya dalam mengatasi problema hidup manusia mengenai penerapan kensep
pendidikan Islam dalam mengatasi kemiskinan.
b. Sebagai suatu karya ilmiah, skripsi
ini diharapkan dapat memberikan konstribusi pemikiran yang signifikan di
kalangan para pemikir dan intelektual sehingga semakin menambah khazanah ilmu
pengetahuan keagamaan, disamping itu tulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan
rujukan untuk para peneliti dalam studi penelitian yang sama.
E. Garis Besar Isi
Skripsi
Pada bagian
ini penulis memberikan gambaran singkat isi sikripsi ini, sehingga dapat
diketahui dengan jelas. Sikripsi ini terdiri dari lima Babdan masing-masing bab
membut sub-sub yang saling berhubungan.
Bab I, pada bab ini akan diuraikan latar
belakang masalah, rumusan masalah, pengertian judul, tujuan dan kegunaan
penelitian dan garis besar isi sikripsi.
Bab II, tujuan kepustakaan,
uraiannya meneliti pengertian pendidikan
Islam dan upaya pengentasan kemiskinan kemiskinan.
Bab III, mencakup metode penelitian,
uraian meliputi populasi yaitu penguraikan tentang jumlah keseluruahan kepala
keluarga yang tergolong miskin di Kelurahan Balakia kecamatan Sinjai Barat
Kabupaten Sinjai, dan objeknya hanya kepala keluarga yang tergolong miskin. Instrument
penelitian, yaitu menguraikan tentang alat yang dipakai mengumpulkan data.
Prosedur pengumpulan data dan tehknik pengumpulan data yaitu menguraikan
tentang metode atau cara mengolah data
dan menganalisis data.
Bab IV, membahas tentang hasil penelitian,
meliputi gambaran umum tentang lekasi penelitian, kondisi ekonomi masyarakat
Balakia, penerapan konsep pendidikan Islam di kelurahan Balakia dan penerapan konsep
pendidikan Islam terhadap pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan zakat,
infaq dan shadaqah di Kelurahan Balakia Kecamatan Sinjai Barat Kabupaten
Sinjai.
Bab V, merupakan bab penutup yang
didalamnya membuat kesimpulan yang telah
dikemukakan dari bab-bab sebelumnya, dan terakhir dikemukakan inplikasi
penelitiandari pembahasan berupa saran-saran yang dianggap perlu bagi penulis.
[1]Departemen
Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahnya. (Surabaya: CV Toha Putra 1989 ),
h 297.
[2] Ibid. h. 859.
[3]Http. Marhaban. Kemiskinan /
Opini_Marhaban_Ekonomi-Islam Htm. Out line 20 /3/ 2010.
[4]Http.
Keputusan presiden BAB 4 No124 tahun 2001 Html. Out Line 3/5/ 2010.
[5]H.Abd.
Rahman Getteng, Pendidikan Islam dalam Pembangunan (Ujung Pandang:Yayasan
Al-Ahkam, 1007), h. 25.
[7]Amran CYS Haniago, Kamus
Bahasa Indonesia (Bandung: CV Pustaka Setia, 1995), h. 323.
[8] . M Arifin, Ilmu
pendidikan Islam. (Jakarta: Cet. III; PT. Bumi Aksara, 2008), h. 2.
[8] Marhaban. Opini Kemiskinan ( Opini)
_Marhaban_Ekonomi-Islam Htm. Out line 20 Maret 2010.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Konsep Pendidikan Islam
Eksistensi masyarakat
religius dapat dipertahankan, bila mana warga masyarakat mempunyai pengetahuan
dan nilai-nilai budaya yang didasarkan kepada konsep agama Islam. Pengetahuan
dan nilai-nilai budaya baru dapat dimiliki, bilamana semua warga masyarakat
mendapat kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Dengan pendidikan
itulah masyarakat diharapkan dapat mempertahankan eksistensinya, sebagai warga
negara beragama yang baik dan dapat mempertahankan hidupnya sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangan zaman. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Bani
Israi ayat 36 yaitu:
wur ß#ø)s? $tB }§øs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ íOù=Ïæ 4
Terjemahnya:
“Janganlah engkau berhenti (tidak menuntut ilmu) apa
saja yang belum kamu miliki…”[1]
Melalui ayat diatas dapat
disimpulkan bahwa Pendidikan merupakan sarana untuk membimbing kearah yang
lebih dewasa dalam menjawab tantangan zaman, oleh karena pengetahuan dan
pendidikan Islam akan lebih mengarahkan untuk memahami hakikat manusia sebagai mahkluk sosial,
beriman kepada Allah dan tidak menjadi orang yang hanya memikirkan dirinya
sendiri (kikir). Firman Allah dalam Al- Qur,an Surah al-Baqarah ayat 268
menggambarkan sebagai berikut:
ß`»sÜø¤±9$# ãNä.ßÏèt tø)xÿø9$# Nà2ããBù'tur Ïä!$t±ósxÿø9$$Î/ ( ª!$#ur Nä.ßÏèt ZotÏÿøó¨B çm÷ZÏiB WxôÒsùur
Terjemahannya:
“Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan
kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan
untukmu ampunan daripada-Nya dan karunianya…”[2]
Semua manusia bila ingin
memiliki posisi baik dan terhormat, harus mempunyai ilmu pengetahuan dan
keterampilan sesuai dengan profesinya masing-masing. Untuk memperoleh tempat
yang baik disisi Allah juga harus mempunyai ilmu yang diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari.[3]
Menurut Jalaluddun
Rahmat, bahwa terjadinya kemiskinan dikalangan masyarakat dapat dikarenakan
kecenrungannya sebahagian masyarakat untuk tidak memuliakan anak yatim, tidak
adanya usaha membela orang miskin, kecendrungan menggunakan sumber-sumber daya
secara rakus dan kecintaan terhadap harta benda secara berlebihan.[4]
Islam telah menjadikan
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan primer serta mengusahakannya untuk orang yang
tidak bisa memperolehnya adalah fardhu. Apabila kebutuhan-kebutuhan primer tersebut
bisa dipenuhi sendiri oleh seseorang, maka pemenuhan tersebut menjadi
kewajibannya. Namun, apabila orang tersebut tidak bisa memenuhinya sendiri,
karena tidak mempunyai harta yang cukup karena tidak memperoleh harta yang
cukup, maka syara’ telah menjadikan orang tersebut wajib ditolong oleh orang
lain, sehingga bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan primernya.[5]
Islam dalam hal ini
bahkan telah merinci tata cara untuk membantu orang semacam ini. Islam, pertama
kalinya mewajibkan kepada kerabat terdekat yang memiliki hubungan darah.
Fenomena miskin dan kaya
adalah salah satu tanda kekuasaan Allah SWT. kedua hal ini berjalan saling
beriringan dan saling membutuhkan satu sama lain. Meskipun keduanya berbeda dan
memiliki karakteristik yang berlainan, namun keduanya saling berdekatan dan
saling berjauhan.
Dari kedua sikap itu
kemudian terwujud kehidupan yang subur dalam kekeringan dan kering dalam
kesuburan, manis dalam kepahitan dan pahit dalam kemanisan. Allah SWT.
berkehendak menjadikan keduanya sebagai suatu peran yang dibutuhkan oleh
makhluk hidup. Dan Allah SWT. juga telah memberikan ukuran-ukuran bagi kedua
hal itu yang tidak dapat ditinggalkan oleh manusia.
Namun, dari kedua hal itu
yang pertama kali ada dalam kehidupan ini adalah kefakiran. Allah SWT telah
menciptakan Adam dalam kefakiran, tidak diketahui suatu apapun, dan setelah itu
Allah SWT. membuatnya kaya, sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an surah
al-Baqarah ayat 31 yaitu:
وَعَلَّمَ
ءَادَمَ الْأَسْمَآءَ كُلَّهَا
Terjemahnya:
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama
(benda-benda) seluruhnya…”[6]
Kemudian, datang Nabi
Muhammad SAW. kedalam kehidupan ini, dalam keadaan fakir, dan selanjutnya Allah
SAW. membuatnya kaya, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S Ad-Dhuha (93):8
وَوَجَدَكَ عَآئِلاً فَأَغْنى
Terjemahnya:
“Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan,
lalu Dia memberikan kecukupan”.[7]
Mujahid mengatakan bahwa
miskin adalah orang-orang yang tidak bisa dimintai apa-apa,[8]
orang fakir adalah orang yang memiliki sedikit bahan makanan untuk hidupnya.
Seorang miskin mempunyai kondisi yang lebih baik dibanding orang fakir. Ini
satu pendapat, karena Allah SWT. berfirman dalam Q.S Al-Qahfi (18):79
$¨Br& èpoYÏÿ¡¡9$# ôMtR%s3sù tûüÅ3»|¡yJÏ9
Terjemahnya:
“Adapun bahtera itu
adalah kepunyaan orang-orang miskin…”[9]
Atas dasar uraian di
atas, maka dapat dikemukakan bahwa kemuliaan dan kehinaan manusia bukan
disebabkan oleh ada dan tidaknya harta benda yang dimiliki. Harta benda adalah
sarana yang netral, bukan penentu kebaikan atau kejelekan manusia.
Oleh karena itu,
pendidikan Islam sangat besar peranannya terhadap kepedulian sosial sehingga
Islam mempunyai konsep penanggulangan kemiskinan seperti ZIS (zakat, infak dan
shadaqah), yang diberikan kepada kerabat yang tergolong miskin baik secara
langsung maupun melalui Badan Amil zakat untuk disalurkan.
Konsep
pendidikan Islam melalui zakat, infak dan shadaqah sebagai berikut:
a. Zakat
Zakat
secara bahasa (lughat), berarti : tumbuh; berkembang dan berkah atau dapat pula berarti membersihkan atau
mensucikan, Seorang yang membayar zakat karena
keimanannya nicaya akan memperoleh kebaikan yang banyak. Allah SWT berfirman :
"Pungutlah zakat dari sebagian kekayaan mereka dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka. Firman Allah QS : At-Taubah : 103 yaitu:
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5
Terjemahannya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan diri mereka”[10]
Sedangkan menurut terminologi syari'ah
(istilah syara') zakat berarti kewajiban atas harta atau kewajiban atas
sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu dalam waktu tertentu.
Demikian
halnya menurut mazhab Imam Syafi'i zakat adalah sebuah ungkapan keluarnya harta
atau tubuh sesuai dengan secara khusus. Sedangkian menurut mazhab Imam Hambali,
zakat ialah hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok
yang khusus pula, yaitu kelompok yang disyaratkan dalam Al-Qur'an. Zakat
mempunyai fungsi yang jelas untuk menyucikan atau membersihkan harta dan jiwa
pemberinya.
b. Infaq
Infaq
berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk
kepentingan sesuatu. Menurut terminologi syariat, infaq berarti mengeluarkan
sebagian dari harta atau pendapatan/penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan
Islam. Jika zakat ada nishabnya, infaq tidak mengenal nishab. Infaq dikeluarkan
setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah,
apakah ia di saat lapang maupun sempit (QS. 3:134).
tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZã Îû Ïä!#§£9$# Ïä!#§Ø9$#ur tûüÏJÏà»x6ø9$#ur xáøtóø9$# tûüÏù$yèø9$#ur Ç`tã Ĩ$¨Y9$# 3 ª!$#ur =Ïtä úüÏZÅ¡ósßJø9$#
Terjemahannya
“yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan
(kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.[11]
Jika
zakat harus diberikan pada mustahik tertentu (8 asnaf), maka infaq boleh
diberikan kepada siapapun. Misalnya, untuk kedua orang tua, anak-yatim dan
sebagainy,
sebagaimana firman Allah QS. Al-baqarah ayat 215 yaitu:
tRqè=t«ó¡o
#s$tB tbqà)ÏÿZã ( ö@è% !$tB OçFø)xÿRr& ô`ÏiB 9öyz ÈûøïyÏ9ºuqù=Î=sù tûüÎ/tø%F{$#ur 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡pRùQ$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# 3 $tBur (#qè=yèøÿs? ô`ÏB 9öyz ¨bÎ*sù ©!$# ¾ÏmÎ/ ÒOÎ=tæ .
Terjemahannya
“Mereka bertanya tentang
apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan
hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." dan apa
saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya”.[12]
Infaq
adalah pengeluaran sukarela yang di lakukan seseorang, setiap kali ia
memperoleh rizki, sebanyak yang ia kehendakinya. Allah memberi kebebasan kepada
pemiliknya untuk menentukan jenis harta, berapa jumlah yang yang sebaiknya
diserahkan.
c. Shadaqah
Sedekah
berasal dari kata shadaqa yang berarti benar. Orang yang suka
bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Adapun secara terminologi
syariat shadaqah makna asalnya adalah tahqiqu syai'in bisyai'i, atau
menetapkan / menerapkan sesuatu pada sesuatu. Sikapnya sukarela dan tidak
terikat pada syarat-syarat tertentu dalam pengeluarannya baik mengenai jumlah,
waktu dan kadarnya, atau pemberian sukarela yang dilakukan oleh seseorang
kepada orang lain, terutama kebada orang-orang miskin setiap kesempatan terbuka
yang tidak di tentukan baik jenis, jumlah maupun waktunya, sedekah tidak
terbatas pada pemberian yang bersifat material saja tetapi juga dapat berupa
jasa yang bermanfaat bagi orang lain. Bahkan senyum yang dilakukan dengan
ikhlas untuk menyenangkan orang lain termasuk kategori sedekah. Shadaqoh
mempunyai cakupan yang sangat luas dan digunakan al-qur'an untuk mencakup
segala jenis sumbangan.
Sedekah
berarti memberi derma, termasuk memberikan derma untuk mematuhi hukum dimana
kata zakat digunakan didalam al-qur'an dan sunah. zakat telah disebut pula
sedekah karena zakat merupakan sejenis derma yang diwajibkan sedangkan sedekah
adalah sukarela, zakat dikumpulkan oleh pemerintah sebagai suatu pengutan
wajib, sedegkan sedekah lainnya dibayarkan secara sukarela. Jumlah dan nisab
zakat di tentukan, sedangkan jumlah sedekah yang lainya sepenuhnya tergantung
keinginan yang menyumbang.
Pengertian
sedekah sama dengan pengertian infaq, termasuk juga hukum dan
ketentuan-ketentuannya. Hanya saja shadaqoh mempunyai makna yang lebih luas
lagi dibanding infaq. Jika infaq berkaitan dengan materi, sedekah memiliki arti
lebih luas, menyangkut juga hal yang bersifat nonmateriil. Shadaqah ialah segala
bentuk nilai kebajikan yang tidak terikat oleh jumlah, waktu dan juga yang
tidak terbatas pada materi tetapi juga dapat dalam bentuk non materi, misalnya
menyingkirkan rintangan di jalan, menuntun orang yang buta, memberikan senyuman
dan wajah yang manis kepada saudaranya, menyalurkan syahwatnya pada istri dsb.
Dan shadaqoh adalah ungkapan kejujuran (shiddiq) iman seseorang.
Hadits
riwayat Imam Muslim dari Abu Dzar, Rasulullah menyatakan bahwa jika tidak mampu
bersedekah dengan harta, maka membaca tasbih, takbir, tahmid, tahlil,
berhubungan suami-istri, atau melakukan kegiatan amar ma’ruf nahi munkar adakah
sedekah.
Dalam
hadist Rasulullah memberi jawaban kepada orang-orang miskin yang cemburu
terhadap orang kaya yang banyak bershadaqah dengan hartanya, beliau bersabda yang terjemahannya:
"Setiap
tasbih adalah shadaqah, setiap takbir shadaqah, setiap tahmid shadaqah, setiap
amar ma'ruf adalah shadaqah, nahi munkar shadaqah dan menyalurkan syahwatnya
kepada istri shadaqah". (HR. Muslim)
Melalui
dari hadits diatas, menjelaskan bahwashadaqah tidak hanya terbatas kepada yang
bersifat materi tapi juga pada non materi.
2. Problema Kemiskinan
Kemiskinan pada umumnya
senantiasa melanda kaum petani dan pekerja dominan hanya mengandalkan otot
dibanding otaknya sehingga menjadi kekuatan bagi mereka yang pintar dan kuat
ekonominya sehingga produksi yang dihasilkan oleh masyarakat yang lemah menjadi
komoditi besar bagi golongan pengusaha besar dan kaya. Pendidikan memiliki beban
untuk memberikan sumbangsi dan strategi dalam mengatasi kemiskinan, dengan
menggunakan metode kombinasi ilmu pendidikan, ilmu kemunikasi, dan ilmu dakwah.[13] Oleh
karena itu pengertian kemiskinan identik dengan kekurangan dari segala macam
kebutuhan hidup yang cukup minimum.
Para ahli ilmu sosial
berpendapat bahwa sebab utama yang melahirkan kemiskinan adalah sistem ekonomi
yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan, tetapi kemiskinan itu sendiri
bukanlah suatu gejala yang terwujud semata-mata hanya karena sistem ekonomi.
Dalam kenyataannya, kemiskinan merupakan perwujudan dari interaksi yang
melibatkan hampir semua aspek yang dimiliki manusia dalam kehidupannya.
Berdasarkan hal tersebut,
dapat dikemukakan bahwa sebab-sebab terjadinya kemiskinan terkait dengan model
interaksi antara manusia dengan dirinya sendiri, dengan sesamanya, dengan alam
dan dengan kondisi masyarakat.
a. Keadaan alam
Berkaitan dengan keadaan
alam ini, Al-Qur’an menyatakan bahwa alam semesta ini ditundukkan kepada
manusia sebagaimana terdapat dalam Q.S. Al-Jatsiyah ayat 13. yang artinya:
“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit
dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
kaum yang berfikir”.[14]
Berpijak pada ayat ini
dapat dinyatakan bahwa alam semesta ini merupakan suatu sumber daya yang siap
didayagunakan untuk berbagai kepentingan manusia. Dengan catatan, karena Allah
menundukkan alam tersebut, maka pola interaksi manusia dengan harus diletakkan
pada prinsip-prinsip yang sejalan dengan norma-norma ketuhanan. Konsekuensi
logisnya adalah bahwa selain Allah, manusia harus terbebaskan dari semua bentuk
penundukan diri, termasuk juga penundukan diri kepada alam.
Disisi lain, keadaan alam
yang kurang kondusif bagi terciptanya kesejahteraan manusia dapat pula
merupakan suatu cobaan yang diberikan oleh Tuhan.
b. Kondisi manusia sendiri
Seperti diketahui dalam
kehidupan modern, salah satu prinsip yang melandasi kemajuan di berbagai bidang
adalam prinsip efisiensi. Prinsip ini terutama berpangkal pada pemanfaatan
waktu sebaik-baiknya. Dengan kata lain, terdapat keselarasan antara kehidupan
modern Al-Qur’an dengan hal sama-sama menaruh respek optimal terhadap waktu.
Kurangnya kepercayaan
terhadap kemampuan sendiri dapat disebabkan oleh adanya keyakinan bahwa kaya
atau miskin sudah ditentukan Tuhan atau kepercayaan fatalistic.
c. Pendidikan
Seperti pada aspek lain,
maka masalah pendidikan, tingkat pendidikan yang rendah dapat di tentukan
secara ilmiah atau secara objektif seperti pada mengukur jumlah kalori yang
dibutuhkan, pada umumnya yang menjadi objek pembahasan adalah inplementasi dari
ajaran Islam.
3. Konsep pendidikan
Islam Terhadap pengentasan Kemiskinan
Sebagaimana diketahui bahwa kemiskinan merupakan salah
satu kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Hal ini
semakin terpuruk ketika bangsa Indonesia dihantam badai krisisi moneter pada
tahun 1997 yang mana sampai saat ini krisisi yang melanda Indonesia tak kunjung
usai. Kemiskinan sebagai sebuah paradigma sosial merupakan fenomena yang perlu
mendapatkan perhatian serius dari negara dan masyarakat sebagai bentuk
penciptaan negara yang madani (Baldatun thayyibatun warabbul ghaffur) sebagaimana
teramanatkan didalam Pembukaan Undang_Undang Dasar 1945 yang mana bahwa tujuan
dari bangsa Indonesia adalah:
“untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial”[15]
Sebagai sebuah bentuk amanat rakyat kepada negara
melalui konstitusi dasar sudah sepantasnya negara bertanggung jawab untuk
memajukan dan mewujudkan kesejahteraan bagi segenap masyarakat Indonesia.
Oleh sebab itu salah satu alternatif solusi dalam
memecahkan masalah untuk keluar dari dimensi kemiskinan adalah melalui
optimalisasi penerapan dan pengelolaan dana zakat, infaq dan shodaqoh yang
amanah dan komprehensif sebagai wujud dana ummat guna kepentingan dan
kemanfaatan umat manusia. oleh sebab itu terdapat beberapa alasan mengapa
pentingnya pembentukan Badan Amil, Zakat, Infak, dan Shodaqoh Nasioanal sebagai
sebuah infrasturuktur kelembagaan negara yang legitimate dalam menjalankan
fungsinya untuk mengelola dan menyalurkan dana tersebut kepada orang-orang yang
berhak menerima sebagaimana dimaksud didalam Alquran. Adapun golongan yang
berhak menerima zakat (Muztahiq) adalah Fakir, miskin, muallaf, gharim,
riqab, ibnu sabil dan fisabilillah. Fakir dan miskin yang merupakan bagian dari
golongan yang berhak menerima zakat merupakan parameter utama peran dan fungsi
pengelolaan dan zakat sebagai upaya startegis dalam penanggulangan kemiskinan.
Oleh sebab itu untuk mewujudkan mekanisme pengelolaan dan penyaluran yang
professional, amanah dan jujur diperlukan adanya niat dan semangat untuk
memrangi kemiskinan sebagai musuh bersama yang harus dilawan.
Keluarnya UU No 38 tahun 1999 tentang pengelolan zakat
merupakan salah satu elemen pendukung dalam rangka manifestasi penaggulangan
kemiskinan melalui pengaturan tentang pengelolaan zakat kedalam regulasi hukum
positif di Indonesia. Akan tetapi efektifitas penerapann ketentuan
undang-undang tersebut masih bersifat setengan hati dalam menjalankannya. Salah
satu indikasi penyebabnya adalah kurangnya dukungan dari kalangan aparatur
negara untuk menciptakan iklim zakat yang kondusif ditengah aktivitas
perekonomian Indonesia. Yang mana pergeseran telah terjadi pada sistem ekonomi
Indonesia sehingga tidak dipungkiri Indonesia menjadi arena pertarunagn dua
sistem ekonomi global yaitu antara sistem ekonomi sosioalis dan liberal
kapitalis. Oleh sebab itu, urgensi pembentukan Badan Amil, Zakat, Infaq, dan
Shadaqoh meruapakn kebutuhan yang seharusnya mendapatkan proporsi yang ideal
dalam pembanguanan perekonomian. Adapun urgensi pembentukan Badan Amil, Zakat,
Infaq, dan Shadaqoh adalah sebagai berikut:
a. Alasan
Filosofis
Adapun alasan filosofis yang melatar belakangi
perlunya di bentuk Badan Amil, Zakat, Infaq, dan Shadaqoh dalam skala nasional
adalah: bahwa perintah untuk membayar zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim
yang telah memnuhi kadar nizabya, Kareana hal demikian ini telah secara jelas
telah diuangkapkan didalam salah satu rukun Islam yang mana rukun Islam yang
ketiga memerintahkan kaum muslim untuk mengeluarkan zakat atas harta yang
diperolehnya. Disisi lain konsepsi zakat merupakan bagian integral dari
pelaksanaan hukum Islam yang mana tujaun dari pelaksanaan hukum Islam adalah:
1.
Pemeliharaan agama yaitu agama merupakan tujuan
pertama sebagai pedoman hidup manusia.
2.
Pemeliharaan jiwa yaitu bahwa zakat sebagai
bagian dari hukum Islam bertujuan memelihara hak manusia untuk hidup dan
mempertahankan kehidupannya.
3.
Pemeliharaan harta yaitu adalah bahwa, harta merupakan
pemberian Tuhan kepada manusia agar manusia dapat mempertahankan hidup dan
melangsungkan kehidupannya.
Oleh karena itu, zakat sebagai bentuk integral dari
hukum Islam memandang bahwa terdapat perlindungan hak manusia untuk memperoleh
harta dengan cara-cara yang halal dan sah serta melindungi kepentingan harta
seseorang, masyarakat dan negara. Kemudian aspek lain yang menjadi filosofi
zakat adalah prinsip keadilan dalam rangka mendciptakan kemanfaat ummat. Dalam
konteks zakat, Islam tidak mungkin hanya mewajibkan zakat hanya kepada sebagian
sumber zakat saja, sedangkan sumber-sumber lainnya tidak diwajibkan dengan
alasan tidak adanya contoh dari Rosulullah padahal bisa jadi sumber yang tidak
diwajibkan tersebut potensinya lebih besar dari sumber zakat yang diwajibkan.
b. Alasan
Yuridis
Alasan yuridis yang merupakan bagian penting dari
pembentukan badan amil, zakat, Infaq, dan shodaqoh adalah dengan diangkatnya
zakat kedalam hukum positif merupakan terobosan dan peluang berlakunya hukum
Islam di Indonesia. karena zakat sebagai instrumen keagamaan yang berdimensi
vertical dan horosontal akan dapat dilaksanakan sesuai dengan apa tujuan
ditetapkannya syariat zakat. Kejelasan komitmen terhadap kaum dhuafa tersebut
ditegaskan didalam ketentuan pasal 16 ayat 2 UU No 38 Tahun 1999 Tentang
Pengelolaan zakat adalah sebagai berikut:
“Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas
kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif” [16]
Oleh sebab itu diperlukan sebuah lembaga amil, zakat,
infaq, dan shadaqoh yang mempunyai legitimasi hukum sehingga dalam
operasioanlisasi dilapangan dapat berjalan secara professional, jujur dan
amanah. Dengan demikian untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan adanya
prinsip-prinsip manajemen yang meliputi perencanaan (planning) sebagai
fungsi manjemen pertama diikuti dengan langkah penyusunan staff (Staffing),
pengorganisasian (Organizing), pengawasan (controlling)
sebagai bentuk perwujudan amana yang diberikan untuk mengelola dana umat, dan
penghimpunan segala sumber yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan
(assembling of resources). Prinsip-prinsip tersebut harus dijalankan
secara konsisten sehingga tercipta harmonisai antara teritik dan praktek
sebagai mana tertuang didalam Undang-Undang tentang pengelolaan zakat. Dalam
kerangka kehidupan bernegara, zakat sebagai sistem dan instrumen orisinil
ekonomi Islam pada hakikatnya adalah menjalankan fungsi negara dalam hal
pendistribusian kekayaan kepada golongan yang membutuhkan, terutama untuk
terpenuhinya kebutuhan hidup minimal. Hal ini didasari oleh konsepsi bahwa
zakat merupakan sistem yang wajib atau obligatory zakat sistem, bukan
sistem yang bersifat sukarela atau voluntary zakat sistem. Oleh karena
itu sangat wajar bila umat Islam di Indonesia mendambakan terealisasinya peran
zakat secara optimal untuk mengurangi kemiskinan.
c. Alasan
Sosiologis
Bahwa
dalam konteks sosial kemasyarakatan pengeloalan zakat melalui badan zakat yang
professional merupakan potensi besar sekaligus upaya strategis dalam
menaggulangi kemiskinan di Indonesia. Hal ini terjadi mengingat bahwa sebagian
besar atau mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam. Hal inilah yang
senantiasa merupakan modal dasara dan modal utama dalam melakukan pembangunan
untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera adil dan makmur. Akan tetapi fakta
dilapangan menunjukkan bahwa dengan potensi dan kekuatan yang besar ternyata
masih terlihat angka kemiskinan di Indonesia masih tergolong sangan tinggi.
Padahal jika dikelola secara optimal menurut Tulus mengatakan bahwa potensi
zakat di Indonesia sendiri mencapai sekitar Rp 7 triliun per tahun, namun
realisasinya masih sangat jauh dari potensi tersebut yakni Rp500 miliar per
tahun. Teori ekonomi mengatakan bahwa untak memutus mata rantai lingkaran
kemiskinan dapat dilakukan peningkatan keterampilan sumber daya manusianya,
penambahan modal investasi, dan mengembangkan teknologi[17].
Sumber zakat
merupakan harta yang menjadi objek zakat. Sumber zakat dibagi menjadi dua
bagian, yang pertama sumber zakat terdahulu, dan yang kedua adalah sumber zakat
kontemporer. Sumber zakat terdahulu yaitu sumber zakat yang pernah ada pada
zaman Rosulullah, seperti zakat emas dan perak, zakat perdagangan, zakat
pertanian, zakat rikaz, dan lain sebagainya sebagaimana yang telah dijelaskan
oleh Rosulullah dalam berbagai hadits.
Adapun sumber
zakat kontemporer adalah sumber zakat yang tidak ada pada zaman Rosulullah,
tapi para ulama memasukannya kedalam sumber zakat yang harus dikeluarkan zakatnya
dengan jalan analogi atau qiyas kepada sumber zakat yang pernah ada pada zaman
Rosulullah.
Dalam hal ini
para ulama khususnya para ulama kontemporer memasukan sumber zakat kontemporer
kedalam salah satu sumber zakat bukannya tanpa alasan dan bukannya tanpa
didukung dengan dalil. Mereka telah berijtihad dalam hal ini dan merekapun
mengemukakan dalil-dalil baik itu dalil aqli (dalil berdasarkan logika) ataupun
dalil naqli (dalil berdasarkan nash).
Zakat, Infaq,
dan shodaqoh sebagai bentuk dana umat merupakan potensi yang besar karena
motivasi utama masyarakat untuk berderma.
Semua umat Islam meyakini dan
mengakui bahwasannya Islam merupakan agama rahmatan lil ‘aalamiin, yang
mengajarkan kepada setiap umatnya untuk mewujudkan kehidupan yang adil, makmur,
tentram, dan harmonis antara si miskin dan si kaya kapan dan dimanapun berada.
Zakat adalah salah satu di antara lima pilar yang menegakkan bangunan Islam. Di
sisi lain, ia juga merupakan sebuah bentuk ibadah yang mempunyai keunikan
tersendiri, karena di dalamnya terdapat dua dimensi sekaligus, yakni dimensi
kepatuhan atau ketaatan dalam konteks hubungan antara hambah dan khalik, dan
sekaligus dimensi kepedulian terhadap sesama makhluk Allah, khususnya hubungan
sosial sesama manusia. Firman Allah surah Al-Imran ayat 92 yaitu:
`s9 (#qä9$oYs? §É9ø9$# 4Ó®Lym (#qà)ÏÿZè? $£JÏB cq6ÏtéB 4 $tBur (#qà)ÏÿZè? `ÏB &äóÓx« ¨bÎ*sù ©!$# ¾ÏmÎ/ ÒOÎ=tæ
Terjemahannya:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa
saja yang kamu nafkahkan maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya”.[18]
Pada dasarnya
agama Islam mewajibkan semua umatnya mengeluarkan zakat, untuk membersihkan
jiwa mereka.
Firman Allah SWT.
dalam surah An-Nisa ayat 77 yaitu:
(#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¢9$#
Terjemahannya:
“Dirikanlah
sembahyang dan tunaikanlah zakat!"[19]
Zakat merupakan
perintah Allah untuk menyantuni orang-orang miskin, maka juga menjadi bagian
dari rukun Islam, keberadaannya telah diatur sedemikian rupa dalam alqur’an dan
assunnah, sehingga bila tidak dilaksanakan, yang bersangkutan bisa
dikategorikan kufur. Salah satu potensi ajaran Islam yang belum ditangani
dengan baik dan serius oleh pemerintah adalah zakat, yang secara bahasa berarti
membersihkan, bertambah dan tumbuh. Zakat merupakan ibadah yang bercorak
sosial-ekonomi, sebagai kewajiban seseorang muslim atau badan hukum yang
dimilikinya untuk mengeluarkan sebagian hak miliknya kepada pihak yang berhak
untuk menerimanya (mustahiq) agar tercipta pemerataan ekonomi yang berkeadilan.
Firman Allah SWT. dalam Al-Qur’an surah
Al-Attaubah ayat 103:
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5
Terjemahannya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan diri mereka.”[20]
Zakat merupakan ibadah yang
mempunyai dimensi yang sangat luas. Bila dilihat dari sasarannya, zakat bukan
hanya berdimensi sosial-agama, tetapi juga berdimensi sosial-politik. Ini dapat
dilihat dari sasaran zakat yang berkaitan dengan pemerintah, yaitu penanganan
muallaf (aspek dakwah) dan penegakan agama Allah (sabilillah). Oleh sebab
itulah, dalam agama Islam harus ada jamaah dan kekuasaan yang mengumpulkan
zakat melalui para petugasnya dengan melakukan beberapa tahapan yaitu:
1. Tahapan sensus yaitu
idntifikasi penduduk yang miskin dan orang berada
2. Tahap pengumpulan dana
3. Tahap pemberdayaan, sesuai
kebutuhan dan petensi penduduk miskin
4. Tahap penyaluran
5. Tahap pembinaan
6. Tahap pertanggung jawaban.
Keenam sistem
tersebut merupakan sebuah sistem sebagai suatu dengan yang lain saling
mempengaruhi sehingga proses pemberdayaan zakat mal dapat berjalan sesuai
tuntunan ajaran Islam.
Dalam zakat terdapat unsur
mengembangkan sikap gotong-royong dan tolong-menolong. Sebab zakat dapat
membantu orang-orang yang terjepit kebutuhan dan membatu menyelesaikan hutang
bagi orang-orang yang sedang pailit. Misi sosial zakat yang begitu idealis
tersebut tidak dapat dipenuhi dengan baik tanpa adanya lembaga pengelolaan
zakat yang dijalankan secara profesional. Menurut Yusuf Qardhawi, zakat
merupakan salah satu dari aturan jaminan sosial dalam Islam, dan Islam
memperkenalkan aturan ini dalam ruang lingkup lebih luas dan mendalam yang
mencakup semua segi kehidupan manusia.
Zakat mal dipadang sebagai aturan jaminan sosial pertama yang
tidak bergantung pada pertolongan penguasa secara sistematis. Tujuan akhirnya
adalah memenuhi kebutuhan orang-orang yang membutuhkan, baik pangan, sandang,
perumahan, maupun kebutuhan hidup lainnya. Pelaksanaan kewajiban zakat ini
sangatlah penting, bahkan Allah sering mengaitkannnya dengan kewajiban
melaksanakan sholat. Dalam penafsiran Muhammad Abduh, penggabungan antara
sholat dan zakat menunjukan peran penting keduanya dalam kehidupan manusia.
Dengan sholat setiap muslim diharapkan memiliki jiwa yang bersih dan suci dari
perbuatan keji dan kotor. Sedangkan dengan zakat, umat Islam diharapkan menjadi
masyarakat yang kokoh dan berpadu dalam segala bidang.
Pada masa awal Islam, zakat
merupakan salah satu sumber pendanaan negara dan sangat berperan aktif dalam
memberdayakan serta membangun kesejahteraan umat, terutama dalam bidang
ekonomi. Oleh karena itu, menurut penulis, setidaknya terdapat tiga aspek yang
terkait dengan pelaksanaan kewajiban zakat. Pertama aspek moral dan psikologis,
pada segi ini diharapkan zakat dapat mengikis habis ketamakan dan keserakahan
si kaya yang memiliki kecenderungan cinta harta. Kedua aspek sosial, dalam hal
ini zakat sebagai bertindak sebagai alat khas yang diberikan Islam untuk
menghapus taraf kemiskinan masyarakat dan sekaligus menyadarkan orang-orang
kaya akan tanggungjawab sosial yang yang dibebankan agama kepada mereka. Dan
ketiga aspek ekonomi, di sini zakat difungsikan untuk mencegah penumpukan harta
pada sebagian kecil orang dan mempersempit kesenjangan ekonomi dalam
masyarakat. Dengan kata lain, zakat sebagai effort to flowing yang
difungsikan sebagai pengendalian terhadap sifat manusia yang cenderung senang
terhadap akumulasi kekayaan dan kehormatan sebagaimana firman Allah QS.
Ali-Imran ayat 14 yaitu:
z`Îiã Ĩ$¨Z=Ï9 =ãm ÏNºuqyg¤±9$# ÆÏB Ïä!$|¡ÏiY9$# tûüÏZt6ø9$#ur ÎÏÜ»oYs)ø9$#ur ÍotsÜZs)ßJø9$# ÆÏB É=yd©%!$# ÏpÒÏÿø9$#ur È@øyø9$#ur ÏptB§q|¡ßJø9$# ÉO»yè÷RF{$#ur Ï^öysø9$#ur 3 Ï9ºs ßì»tFtB Ío4quysø9$# $u÷R9$# ( ª!$#ur ¼çnyYÏã ÚÆó¡ãm É>$t«yJø9$#
Terjemahannya:
“Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”.[21]
Peran zakat sangat penting dalam usaha
pemberdayaan potensi ekonomi umat. Agar pelaksanaannya dapat efektif, Yusuf
Qardhawi menyatakan bahwa urusan zakat sebaiknya jangan dikerjakan sendiri oleh
muzakki (orang yang mengeluarkan zakat), melainkan dipungut oleh petugas zakat
yang telah ditunjuk oleh negara (dalam konteks Indonesia adalah Badan atau
Lembaga Amil Zakat).
Betapa penting peran dan manfaat
zakat sehingga pada masa Rasulullah SAW. dan pemimpin Islam setelahnya tidak
menyerahkan urusan zakat kepada kerelaan orang-perorang semata, tetapi menjadi
tanggungjawab pemerintah (lembaga yang ditunjuk oleh negara), baik dalam proses
pemungutan maupun pendistribusian. Oleh karenanya, yang aktif menarik dan
mendistribusikan zakat adalah pejabat yang telah ditunjuk oleh negara. Dalam
melaksanakan tugasnya mereka diberi kewenangan untuk menggunakan “paksaan”
seperti yang pernah dilakukan oleh Abu Bakar r.a. dengan memerangi orang-orang
yang enggan mengeluarkan zakat. Pada akhirnya apabila zakat benar-benar dapat
berjalan efektif, diharapkan tercapai sosial safety nets (kepastian
terpenuhinya hak minimal kaum papa) serta berputarnya roda perekonomian umat,
mendorong pemanfatan dana ‘diam’ (idle), mendorong inovasi dan
penggunaan IPTEK serta harmonisasi hubungan si kaya dan si miskin. Sehingga
pada akhirnya kehidupan umat yang ideal dengan sendirinya akan terwujud.[22]
[1]Departemen
Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya (Surabaya: CV. Jaya Sakti, 1997), h. 56.
[3]Moh.
Syaifullah al-Azis, Menuju Masyarakat Madani (Surabaya: Terbit Terang, t.th.), h. 296.
[5]Taqiuddin
An-Nabhani, Membangun sistem Ekonomi Alternatif, Perspektif Islam (Cet. I; Surabaya: Risalah Gusti,
1996), h. 230.
[7]Ibid.,
h. 1070.
[8]Taqiuddin
An-Nabhani, Op. Cit. h. 228.
[9]Qur’an
dan Terjemahnya. Op. Cit., h. 456.
[10]
Ibid. h 297.
[11]
Ibid. h. 98.
[12]Ibid.
h. 54.
[14]Op.
cit., h. 816.
[15] Http. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Html. Out line 2/6/2010.
[17] Muhammad Zen, http://www.eramuslim.com/konsultasi/zakat/infaq-dan-zakat.htm out line 16/6/ 2010.
[18]Qur’an
dan Terjemahnya, Op. Cit. h. 92.
[19]
Ibid. h. 131.
[20]Ibid. h.297.
[21]Ibid.
h. 77.
[22]Aedy,
hasan, H. Indahnya Ekonomi Islam. Bandung:
Cet. I; CV Alfabeta, 2007 h. 99.